SUARAKAN YANG HAQ UNTUK MENEGAKKAN YANG HAQ! KERANA YANG ADA HANYALAH YANG HAQ SEMATA ....

May 30, 2013

Cerita Iblis dengan Nabi Yahya bin Zakaria

Abdullah bin Muhammad bin Ubaid dengan sanadnya dari Wahib bin Al Wird, ia berkata: Kami mendapat khabar bahwa Iblis menampakkan diri kepada Yahya bin Zakaria alaihissalam seraya berkata: "Aku ingin menasehatimu."  Yahya bin Zakaria alaihissalam berkata: "Kamu pendusta, janganlah kamu menasehatimu tetapi beritahukan kepadaku tentang anak Adam."

Iblis berkata: " Mereka di sisi kami ada tiga golongan. Pertama, mereka yang paling susah bagi kami. Kami menggodanya hingga kami berjaya kemudian dia melakukan istighfar dan bertaubat sehingga merosakkan semua yang telah kami capai daripadanya, kemudian kami kembali tetapi dia juga kembali melakukan hal yang sama; sehingga kami letih sekali menghadapinya.

Kedua, mereka yang berada di tangan kami seperti bola mainan di tangan kanak-kanak, kami mempermainkan mereka sesuka hati kami; kami telah berjaya menguasai diri mereka.

Ketiga, mereka yang sepertimu, terpelihara sehingga kami tidak dapat melakukan apa-apa kepada mereka."

Nabi Yahya alaihissalam berkata: "Berdasarkan hal tersebut, apakah kamu mampu melakukan sesuatu kepadaku?"

Iblis menjawab: "Tidak, kecuali sekali iaitu ketika kamu menghidangkan makanan yang kamu makan sementara itu aku membuatnya sangat lazat kamu rasakan hingga kamu makan lebih banyak dari yang kamu inginkan kemudian kamu tidur malam itu sehingga tidak bangun untuk shalat malam sebagaimana yang biasa kamu lakukan."

Yahya bin Zakaria alaihiwassalam berkata kepadanya: "Sungguh, aku tidak akan makan hingga kenyang untuk selama-lamanya."

Iblis pun berkata: "Sungguh, aku tidak akan menasihati anak Adam sesudahmu."

Wallahu a'alam.

Dikutip dari Kisah Para Nabi dan Rasul oleh Ibnu Katsir. Judul asli, Qisasul Anbiya'.

May 28, 2013

Lelaki yang pertama kali memeluk Islam

Abu Bakar adalah lelaki yang pertama  kali memeluk Islam, walaupun Khadijah lebih dahulu masuk Islam daripadanya. Adapun dari golongan anak-anak, Ali yang pertama kali memeluk Islam, sementara Zaid bin Haritsah adalah yang pertama kali memeluk Islam dari golongan budak.

Ternyata keislaman Abu Bakar radiyallahanhu paling banyak membawa manfaat besar terhadap  Islam dan kaum Muslimin dibandingkan dengan keislaman selainnya, kerana kedudukannya yang tinggi dan semangat serta kesungguhannya berdakwah. [al-Bidayah wan Nihayah, 3/26]
Dengan keislamannya, maka masuk lah mengikuti-nya tokoh-tokoh besar yang mashur seperti  Abdurrahman bin Auf, Sa'ad bin Abi Waqqash, Utsman bin Affan, az-Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidullah.

Di awal keislamannya beliau menginfakkan dijalan Allah apa yang dimiliknya sebanyak 40.000 dirham, beliau banyak memerdekakan budak-budak yang disiksa karena keislamannya dijalan Allah, seperti Bilal radiyallahanhu. Beliau selalu mengiringi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam selama di Makkah, bahkan dijalan yang mengiringi beliau ketika bersembunyi didalam gua dan dalam perjalanan hijrah hingga sampai dikota Madinah. Disamping itu beliau mengikuti seluruh peperangan yang diikuti Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, baik perang Badar, Uhud, Khandaq, Penaklukkan kota Makkah, Hunain maupun peperangan di Tabuk.

Ketika wafatnya Abu Bakar, apabila tampok khalifah ambil alih oleh Umar, beliau berkata, "Semoga Allah merahmati Abu Bakar, sesungguhnya dia telah membuat Kesulitan (untuk mengikutinya) bagi orang-orang yang menjadi khalifah setelahnya."

Dari 'Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul yang Agung.' Karya Ibnu Katsir cetakan Darul Haq.

May 26, 2013

Khutbah Pertama Abu Bakar ash-Shiddiq setelah dibai'at

Dari 'Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul Yang Agung',  Ibnu Katsir menulis riwayat dari 'Ashim bin Adi, berkata, "Salah seorang pesuruh Abu Bakar berseru ditengah-tengah manusia setelah Rasulullah shallallahu alaihiwassalam wafat, 'Hendaknya pasukan Usamah segera berangkat, ingatlah tidak seorang pun dari pasukan Usamah yang boleh tinggal di Madinah, melainkan harus pergi ke Juruf (sebuah tempat yang berjalan 3mil dari Madinah ke arah Syam), pangkalan militer Usamah.

Setelah memuji Allah, Abu Bakar pun berpidato di hadapan kaum Muslimin,

"Wahai saudara-saudara sekalian, sesungguhnya aku adalah seperti kalian juga, dan aku tidak tahu apakah sanggup memikul beban yang kalian letakkan di pundakku sebagaimana Rasulullah mampu memikulnya. Sesungguhnya Allah telah memilih Muhammad atas sekalian alam, dan Allah menjaganya dari segala kegagalan. Sementara aku hanya seorang yang berusaha mengikut jejak beliau dan aku bukanlah pembuat Bid'ah. Maka jika aku istiqamah diatas kebenaran tolong ikuti aku, tetapi jika aku keliru, maka luruskan diriku. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wassalam telah wafat dan tidak seorang pun dari umat ini menuntut kezhaliman yang beliau lakukan terhadapnya, baik berupa pukulan dengan cambuk ataupun yang lebih ringan dari itu. Ingatlah, sesungguhnya aku selalu disertai syaitan yang selalu berusaha menggodaku. Jika syaitan mendatangiku, tolong agar aku dijauhkan darinya. Aku berusaha untuk tidak menyakiti kalian sedikit pun walau seujung kuku. Dan sesungguhnya kalian setiap pagi dan sore selalu dibayang-bayangi ajal yang akan menjemput sementara kalian tidak mengetahuinya. Maka jika sanggup janganlah kalian melewati waktu-waktu kecuali mengisinya dengan amal shalih. Yakinlah kalian tidak akan mampu melakukan amal-amal tersebut kecuali dengan izin Allah. Berlombalah dalam kebaikan sebelum ajal menghalangi kalian beramal. Sebab banyak orang yang lupa kepada ajalnya, dan selalu menunda-nunda amalan mereka untuk masa depannya. Maka janganlah kalian tiru mereka, bersungguh-sungguhlah kalian dan berusahalah menyelamatkan diri (dari azab Allah) . Sesungguhnya di hadapan kalian telah menunggu ajal yang selalu mengejar kalian dan akan datang dengan cepat. Oleh kerana itu waspadalah terhadap kematian dan banyak-banyak lah mengambil pelajaran dari apa yang telah menimpa bapak-bapak kalian serta saudara-saudara kalian. Janganlah kalian merasa cemburu terhadap orang yang hidup kecuali sebagaimana kalian cemburu kepada orang-orang yang telah mati. ". Lihat Tarikh ath- Thabari, 3/224.

Dinukil dari buku sejarah ' Perjalanan Hidup Empat Khalifah Rasul yang Agung' karya Ibnu Katsir cetakan keenam 2010, oleh Darul Haq, Jakarta.

May 25, 2013

Permulaan Ramadhan adalah Rahmat, pertengahannya adalah maghfirah.....

"Permulaannya bulan Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya adalah maghfirah (pengampunan), dan akhirnya adalah pembebasan dari Neraka."

Hadith yang popular ini adalah hadith munkar. Diriwayatkan oleh al-Uqaili dalam adh-Dhu'afa' (172), Ibnu Adi ( I/165), al-Khathib dalam al-Maudhih (11/77), ad-Dailami (1/1/10-11), dan Ibnu Asakir (V111/506/1), dari Salam bin Sawwar, dari Maslamah bin ash-Shalt, dari az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah.

Al-Uqaili berkata, "Tidak ada asalnya dari az-Zuhri."
Ibnu Adi berkata, "Salam (Ibnu Sulaiman bin Sawwar) menurut saya mungkar haditsnya dan Maslamah itu tidak dikenal.Demikian pula yang dikatakan oleh adz-Dzahabi.
Maslamah ini dikomentari oleh Abu Hatim, "Matruk hadithnya," sebagaimana dibeberkan biographinya dalam al-Mizan.

Silsilah Hadits Dhaif dan Maudhu' Jilid 4, oleh Syaikh al-Albani, hadits no.1570

May 22, 2013

Tiga Orang yang Pertama Masuk Surga, dan Tiga Orang yang Pertama Masuk Neraka

Diriwayatkan oleh Abu Bakar bin Abu Syaibah, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, 

"Tiga orang yang pertama masuk Surga ialah orang yang mati syahid, orang lemah yang sudah berkeluarga dan dapat menjaga kehormatannya, dan seorang budak yang mengabdi dengan baik kepada Tuhannya serta memenuhi hak-hak tuannya. Adapun tiga orang yang pertama masuk Neraka ialah seorang pemimpin yang zalim, orang kaya harta namun tidak memenuhi kewajipannya, dan orang miskin yang sombong."
Wallahu a'alam

Petikan dari buku judul: Rahsia Kematian, Alam Akhirat & Kiamat, karya Imam al-Qurthubi
Cetakan Akbar Media, Jakarta 2010

May 21, 2013

Sebaik-baiknya Nikmat adalah.....

Sebaik-baiknya nikmat itu adalah nikmat iman. Semua makhluk adalah tanda-tanda kebesaran-Nya yang menghasilkan apa-apa yang dihasilkan oleh nikmat tersebut. Allah Subhanu wa Ta'ala berfirman:

"Sungguh dalam kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal."
[QS Yusuf; 12:111]

"Sebagai pelajaran dan peringatan bagi semua hamba yang mau kembali."
[QS Qaaf; 50:8]

Sesuatu yang menimpa manusia, jika itu membuat dia gembira maka itu adalah nikmat. Hal ini sudah jelas. Tetapi jika itu membuat keburukan bagi dirinya maka itu juga nikmat, dilihat dari sisi bahwa hal itu akan menghapuskan kesalahannya dan akan mendapat pahala atas kesabarannya.

Dan juga dari sisi bahwa didalamnya terdapat hikmah dan rahmat yang tidak diketahuinya. Firman Allah Subhanhu wa Ta'ala;

"Bisa kalian membenci sesuatu padahal itu lebih baik bagi kalian. Dan bisa kalian menyukai sesuatu padahal itu buruk bagi kalian. Allah mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui."
[QS al-Baqarah; 2:216]

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda;

"Demi Allah, Allah tidak akan menetapkan suatu ketentuan bagi seorang Mukmin kecuali hal itu baik baginya. Jika dia memperoleh kesenangan maka dia bershukur. Dan itu baik baginya. Jika dia tertimpa kesusahan maka dia bersabar. Dan itu baik baginya."

Apabila seperti itu keadaannya maka keduanya adalah nikmat dari Allah Subhanhu wa Ta'ala bagi manusia.

Dikutip dari Al-Hasanah wa Sayyiah karya Ibnu Taimiyyah. Diterbitkan oleh Pustaka Hidayah cetakan pertama 2008. Bandung.

Jenis Cinta

Ibnu Qayyim mengatakan cinta ada empat macam dan sungguh sesat orang yang tidak dapat membedakan keempat jenis cinta tersebut:

Pertama, cinta kepada Allah. Hanya dengan mencintai Allah saja tidak akan dapat menyelamatkan dirinya dari siksa-Nya dan tidak akan memperoleh pahala-Nya, kerana orang-orang musyrik, para penyembah salib, mereka juga mencintai Allah.

Kedua, mencintai apa yang dicintai Allah. Inilah yang dapat memasukkan seseorang dalam Islam dan mengeluarkannya dari kekafiran. Orang yang paling dicintai Allah adalah mereka yang paling kuat dan paling teguh memegang kecintaan ini.

Ketiga, cinta karena Allah dan mengharap ridha-Nya. Ini merupakan persyaratan dari mencintai segala apa yang dicintai Allah, kerana hal tersebut tidak akan dapat berhasil dengan baik tanpa ada ridha dari Allah dan dilakukan kerana Dia.

Keempat, mencintai Allah juga mencintai yang lain sejajar dengan mencintai-Nya. Inilah cintanya orang musyrik. Barangsiapa mencintai sesuatu sebagaima ia mencintai Allah, yang ia lakukan bukan kerana Allah dan bukan kerana mencari ridha-Nya, maka ia telah menjadikan sesuatu sebagai tandingan Allah.

Sejenis cinta iaitu cinta naluri, kecenderungan seseorang terhadap sesuatu sesuai dengan tabiatnya seperti cinta pada isteri, anak anak, makanan, tidur , cinta semacam ini tidak tercela selagi tidak melupakan dan mengurangi cinta kita pada Allah sebagaima firman-Nya :

Hai orang-orang yang beriman janganlah harta harta dan anak anakmu melalaikan kamu dari mengingati Allah. [QS Al-Munafiqun [63]:9.]

Ibnu Taimiyyah mengungkapkan arti cinta yang sebenarnya ialah "Cinta bagaikan api yang membakar semua yang ada dihati, kecuali yang dicintai Allah." Karena, salah satu indikasi kesempurnaan cinta kepada Allah adalah mencintai sesuatu yang dicintai Allah.

Mengikuti syariat dan berjuang menegakkannya termasuk tanda orang yang mencintai Allah dan para wali-Nya yang dicintai serta mencintai Allah. Inilah tanda yang membedakan dengan golongan yang mengaku-aku mencintai Allah kerana mengikuti beberapa bid'ah yang bertentangan dengan syariat Allah. Pengakuan seperti ini merupakan pengakuan yang pernah dilakukan oleh orang Yahudi dan Nasrani. Bahkan pengakuan mereka lebih jahat daripada yang dilontarkan oleh Yahudi dan Nasrani. (Jika kekufuran mereka tidak sama tahapnya).  Kerana, didalam hati mereka terdapat kemunafikan yang telah disiapkan tempatnya di Neraka yang paling bawah.

Kita dapati banyak ayat dalam al-Quran yang mana Allah memuji orang Mukmin dan mencela orang yang keras hatinya, tuli telinganya dan buta hati, Allah mengecam orang kafir, musyrik dan orang yang melampau batas.

Kutipan dari buku "Berbahagialah Allah Maha Pemurah" oleh Ibnu Qayyim.

May 19, 2013

Masa'alah pertama kali dinasakhkan di dalam al-Quran

Masa'alah yang pertama kali dinasakh (dihapuskan hukumnya) di dalam al-Quran adalah masa'alah kiblat.

Hal ini terjadi ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam hijrah ke Madinah. Pada waktu itu kebanyakkan penduduknya adalah Yahudi. Maka Allah Ta'ala memerintahkan untuk menghadap ke Baitul Maqdis. Orang-orang Yahudi pun merasa senang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menghadap ke Baitul Maqdis sekitar belasan bulan, padahal beliau sendiri lebih menyukai  (untuk menghadap ke) kiblat Ibrahim. Kerana itu, ia berdo'a memohon kepada Allah sambil mengadahkan wajahnya kelangit, maka turunkan ayat;

"Sungguh Kami (sering) melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke kiblat yang engkau sukai. Paling lah wajahmu ke Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada paling lah wajahmu kearahnya."    QS al-Baqarah:144

Maka hal itu menyebabkan orang-orang Yahudi menjadi bimbang seraya berucap: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya? Katakanlah, kepunyaan Allahlah timur dan barat."

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dlm Tafsir Ibnu Katsir 1/294

' Ada Lima Malam yang Doa Tidak Akan Tertolak

"Ada lima malam yang doa tidak akan tertolak: awal malam bulan Rajab, malam pertengahan bulan Sya'ban, malam Jumaat, malam Idul Fitri dan malam Idhul Adha."

Hadits ini sangat popular dan sering kita dengar pabila menjelang bulan Rejab, Sha'ban dan Shawal dan seterusnya.
Syaikh al-Albani mengatakan Hadits ini maudhu'. Dikeluarkan oleh Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqi (X/275-276) dengan jalur sanad dari Ibrahim bin Abi Yahya, dari Abi Qa'nab, dari Abi Umamah, ia berkata, ia berkata "Rasulullah bersabda......." lalu ia menuturkannya.

Ibnu Asakir berkata, "jangan engkau dengar periwayatannya, kerana sesungguhnya ia adalah seorang pendusta." Syaikh al-Albani juga berkata," sepengatahuan saya, Ibrahim bin Abi Yahya di kenal sebagai pendusta."  Hal ini dinyatakan oleh Yahya bin Mu'in dan yang lainnya.

Sila lihat pembahasan selanjutnya dlm Silsilah Hadits Dhaif' dan Maudhu' Jilid 3 no1452

May 12, 2013

Hadits tentang sungai disurga disebut Rajab


"Di surga ada sungai yang disebut Rajab. (Airnya lebih putih daripada susu dan lebih manis daripada madu.) Barangsiapa yang berpuasa sehari pada bulan Rajab, maka Allah akan memberinya minum dari sungai itu."

Hadits no 1898. Hadits ini batil. Diriwayatkan oleh Abu Muhammad al-Khallal dalam Fadhlu Syahri Rajab (1/11), ad-Dailami (1/2/281), dan al-Ashbahani dalam Targhob (224/1-2), dari Manshur bin Yazid al-Asadi bahwa telah diberitahukan kepada kami oleh Musa bin Imran, dia berkata," Saya mendengar Anas bin Malik berkata, '....." Lalu dia menyebutkan hadits itu secara marfu'

Syaikh al-Albani mengatakan ini adalah isnad yang Dhaif dan majhul. Musa bin Imran tidak saya kenal. Dan, didalam riwayat ad-Dailami disebutkan dengan, "Musa bin Abdullah bin Yazid."
Sumber: Silsilah Hadits Dhaif' dan Maudhu' Jilid 4.

May 11, 2013

Tentang Mengkhususkan bulan Rajab dengan Sesuatu Ibadah...

Mengkhususkan bulan Rajab dengan shalat ghraib atau perkumpulan pada malam ke 27 dengan alasan bahwa Malam itu adalah Malam Isra' dan Mi'raj, semua itu adalah bid'ah yang sama sekali tidak diperbolehkan. Selain itu tidak memiliki dasar dalam shariat.

Para ahli ilmu telah memberi peringatan dari kegiatan seperti ini. Yaitu shalat yang dilakukan oleh sebagian orang di malam jumaat pertama di bulan Rajab, dipanggil shalat ghraib. Demikian pula perkumpulan pada malam ke 27 nya dengan keyakinan bahwa malam itu adalah Malam Isra' Mi'raj.

Semua itu adalah bid'ah yang tidak memiliki dasar dalil didalam shariat. Malam Isra' dan Mi'raj sama sekali tidak diketahui hakekat waktu terjadinya. Sekalipun diketahui tetap saja dilarang untuk mengadakan perkumpulan pada malam itu kerana Nabi Shallallahu alaihi wa Salam tidak pernah mengadakan perkumpulan malam itu. Demikian pula para Khulafa Ar-Rasyidin dan para sahabat radiyallahu anhum yang lain. Seandainya hal sunnah sudah tentu mereka lebih dahulu daripada kita dalam melaksanakannya.

Segala kebaikan adalah didalam ittiba' kepada mereka sesuai dengan manhaj mereka. Sebagaimana firman Allah Subhanu wa Ta'ala.

"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) diantara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai didalamnya; mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. (At- Taubah: 100)

Dan telah jelas datang dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salam bahwa beliau bersabda,

"Barangsiapa mengada-adakan hal baru di dalam perkara kami yang tidak ada dalil didalamnya, maka tertolak."  Shahih Muslim (1718 dan 18)

Kewajipan seluruh kaum Muslimin adalah ittiba' kepada sunnah dengan tetap istiqamah padanya, saling berwasiat berkenaan dengannya dan waspada dari segala macam bid'ah sebagai bentuk pengalaman firman Allah Subhanhu wa Ta'ala,

".......Dan tolong menolong lah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa..." (Al-Maidah:2)

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal salih dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (Al-Ashr)...

Ringkasan fatwa Syaikh Ibnu Baaz, dipetik dari majalah Ad-Da'wah, 1566/34.

May 10, 2013

Tertutupnya pintu Taufiq disebabkan 6 hal.

1) Melalaikan cucuran nikmat dari Allah Subhanahuwataala. Nikmat iman, nikmat manhaj salaf, nikmat ilmu dan banyak nikmat nikmat yang didapati tetapi tidak menshukuri nikmat tersebut.

2) Seseorang yang senang terhadap ilmu agama, bersemangat menuntut ilmu, tetapi ilmu yang dipelajari tidak di amalkan. Ilmu mesti diamalkan, apalagi jika ilmu itu berkenaan hukum shari'i yang agung, lebih besar juga pengagungan untuk beramal dengannya.

3) Hati maseh tertarik pada maksiat, oleh itu bila ada peluang bermaksiat, hati cepat tertarik padanya, bersegera membuatnya, tapi lambat untuk bertaubat. Orang yang menunda-nunda taubat, sulit terbukanya pintu taubat.

4) Tertipu dengan pergaulannya dengan orang orang salih. Bangga bergaul dengan orang salih tetapi perbuatan tidak seperti orang orang salih. Kadang kadang berbangga dengan guru gurunya, tetapi kesalihan orang salih tidak menular padanya.

5) Mereka mengikuti, mengejar dunia padahal dunia ini sudah meninggalkannya. Mereka sibuk mengejarnya sehingga lalai dari mengingati Allah Subhanahuwataala.

6) Akhirat menyambutnya, sementara sikap nya berpaling dari akhirat. Diberi peluang, kesempatan mendapatkan akhirat tidak di abaikan. Tidak mengambil kesempatan.  Ada peluang untuk beramal untuk akhirat tapi malas, tidak ambil peluang itu.  Lupa akan tujuan hidup untuk beramal salih, sementara tujuan talibul ilmu untuk beramal salih. Sebab jika tidak diambil peluang ini, pintu taufiq akan tertutup.
Wallahu a'alam
Ibnu Qayyim dari kitab al-Fawaid, Menuju Pribadi Taqwa.

Hindarilah 10 perkara yang tidak bermanfaat

Ibnu Qayyim dalam kitab Al-Fawa'id berkata, ada sepuluh perkara yang tidak akan membawa manfaat sama sekali ;

1) Ilmu yang tidak diamalkan.
2) Amalan yang tidak ikhlas
3) Harta yang tidak dipersembahkan untuk akhirat
4) Hati yang tidak mencintai Allah azzawajalla
5) Badan yang tidak ta'at dan tidak mengabdi pada-Nya
6) Kecintaan yang tidak diridhai orang yang dicintai dan tidak menjalankan perintah-perintah-Nya
7) Waktu yang terbuang yang tidak digunakan untuk mengetahui Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya.
8) Pemikiran yang berputar-putar pada sesuatu yang tidak bermanfaat
9) Pengabdian yang tidak mendekatkan diri kepada-Nya, tidak mendatangkan kemaslahatan dunia
10) Rasa takut dan harapan yang ditujukan kepada orang yang nasibnya juga ditangan Allah, sehingga dia sendiri tidak memiliki untuk dirinya bahaya, manfaat, kematian, kehidupan dan tempat kembali.

Beliau (Ibnu Qayyim) berkata, kerugian yang paling besar diantara sepuluh perkara itu adalah kerugian hati dan kerugian waktu.

Kerugian hati terjadi kerana lebih mengutamakan dunia dari akhirat, sementara kerugian waktu terjadi kerana putus harapan. Kedua kerugian itu akan terjadi kerana mengikuti hawa nafsu dan putus harapan. Pemiliknya seharusnya mengarahkan rasa cinta dan cita cita kepada Allah agar Dia menentukan untuknya untuk dirinya dan tidak bosan meminta meminta kepada-Nya agar menghidupkan hatinya dari kebodohan dan penentangan serta menyembuhkannya dari penyakit syahwat dan syubhat.

Tetapi jika hati sudah mati, ia tidak akan dapat menyadari kemaksiatannya.

** Dari itu hidupkan hati dengan cucuran air mata taubat, sinarilah hati dengan cahaya ilmu... (Mengikuti syariat-Nya) supaya tumbuh buah keimanan yang manis...

Wallahu a'alam.

May 7, 2013

Sumber Perbuatan Syirik


Sumber keburukan dikalangan manusia adalah dijadikannya orang-orang yang salih yang diagungkan sebagai sekutu Allah. Jika mereka meninggal, orang-orang tinggal di kuburan mereka kemudian membuat patung mereka dan menyembahnya.

Ini adalah awal dari perbuatan syirik dikalangan manusia.

Itulah yang terjadi pada kaum Nabi Nuh, yakni Rasul pertama yang diutus kepada penduduk dunia. Dia menyeru mereka kepada tauhid dan melarang mereka dari perbuatan syirik, sebagaimana firman Allah:

"Dan mereka berkata, 'Janganlah kalian meninggalkan penyembahan tuhan-tuhan kalian dan jangan pula meninggalkan penyembahan Wadd, Suwa', Yaguts dan Nasr. Mereka telah menyesatkan banyak manusia."   [QS 71:23-24]

Itu adalah nama-nama orang saleh yang ada pada kaum Nabi Nuh. Ketika mereka meninggal, kaum Nabi Nuh membuat patung-patung mirip dengan mereka. Patung-patung tersebut hilang ketika Allah membenamkan penduduk bumi. Kemudian hal itu terjadi pada bangsa Arab, sebagaimana yang diungkapkan Ibnu Abbas dan yang lainnya. 

Adapun perbuatan syirik kerana setan, maka hal itu sangat banyak.Pada hari ini kita lihat ramai manusia meminta kepada orang mati untuk dihilangkannya kesempitan hidup dan meminta dipenuhi segala keperluannya. 

Manusia perlu yakin bahwa 'tidak ada tuhan selain Allah' dengan makna bahwa Allah adalah Yang disembah. Tidak ada yang berhak untuk disembah selain-Nya. Allah suka kalau Dia disembah dan Dia tidak disembah kecuali dengan perkara yang disukai-Nya yaitu perkara-perkara yang telah Dia shariatkan, baik yang wajib maupun yang sunnah. Jika manusia tidak meyakini semua itu, maka pastilah mereka akan terjerumus ke dalam perbuatan syirik dan yang lainnya. Wallahu a'alam.

Dikutip dari kitab Al-Hasanah wa Sayyiah karya Ibnu Taimiyyah diterbitkan oleh Pustaka Hidayah, Bandung, Indonesia. Dengan sedikit penambahan yang tidak merubah isinya.

May 6, 2013

Bermulanya orang orang munafik di zaman Nabi

Bermulanya orang orang munafik di zaman Nabi shallallahu alaihi wassalam setelah terjadi perang Badar.

Ibnu Juraij berkata bahwa orang munafik itu senantiasa tidak sejalan antara ucapan dan perbuatannya, antara yang tersembunyi dan yang nyata serta antara zhahir dan batinnya.

Sesungguhnya, berbagai sifat orang-orang munafik terdapat dalam surat-surat yang diturunkan di Madinah, kerana di Makkah tidak terdapat kemunafikan. Justru sebaliknya, diantara penduduk disana ada orang yang menampakkan kekafiran kerana terpaksa, padahal secara batin ia tetap beriman.

Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wassalam berhijrah ke Madinah, terdapat kaum Anshar yang terdiri dari kabilah Aus dan Khazraj yang ada pada masa jahiliyah mereka beribadah kepada berhala seperti yang dilakukan oleh kaum musyrik Arab. Terdapat juga tiga kabilah orang-orang Yahudi dari kalangan Ahlul Kitab, iaitu; Bani Qainuqa' merupakan sekutu kabilah Khazraj; Bani Nadhir dan Bani Quraidzah, sekutu kabilah Aus.

Ketika itu sedikit sekali dari orang-orang Yahudi yang masuk Islam, kecuali Abdullah bin Salam. Pada saat itu BELUM ada kemunafikan, kerana orang-orang mukmin belum mempunyai kekuatan yang ditakuti pihak lain, bahkan Nabi shallallahu alaihi wassalam berdamai dengan orang-orang Yahudi dan beberapa kabilah setempat yang ada disekitar Madinah.

Setelah terjadi peristiwa perang Badar dan Allah memperlihatkan kemuliaan Islam, barulah ada orang-orang yang masuk Islam, padahal hati mereka masih kafir. Di antaranya Abdullah bin Ubay bin Salul, berasal dai Madinah dan salah satu pemimpin kabilah  Aus dan Khazraj pada masa jahiliyah. Dahulu mereka berkeinginan keras agar dia menjadi raja mereka.

Kemudian bila kebaikan Islam datang kepada mereka, lalu mereka masuk Islam sehingga keinginan mereka mengangkatnya sebagai pemimpin terlupakan. Abdullah bin Ubay bin Salul pun menyimpan dendam terhadap Islam dan para pemeluknya. Dan setelah perang Badar selesai Abdullah bin Ubay menganggap itu tanda baik yang mengarahkan kepada kekuasaan.  Dia pun masuk Islam dan beberapa orang dari kalangan Ahlul Kitab pun mengikuti jejaknya. Semenjak kejadian itu, muncullah kemunafikan di tengah-tengah penduduk Madinah dan orang orang yang berada disekitarnya.

Sedangkan kaum Muhajirin tidak ada seorang pun yang munafik, kerana tidak ada diantara mereka yang berhijrah secara terpaksa. Mereka melakukan atas kemauan sendiri, dan rela meninggalkan harta, anak-anak dan kampung halaman demi mengharapkan apa yang disisi Allah di negeri akhirat.

"Di antara manusia ada yang mengatakan: 'Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian,' padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman......"  QS. Al-Baqarah:8

Oleh kerana itu Allah azzawajalla mengingatkan akan sifat-sifat orang-orang munafik agar orang orang Mukmin tidak tertipu oleh lahiriah (penampilan) mereka, kerana sikap lengah tersebut akan menimbulkan kerusakan yang luas. Disebabkan tidak adanya sikap kehati-hatian terhadap mereka dan menganggap mereka beriman, padahal hakikatnya mereka itu adalah kafir.

Demikianlah halnya merupakan kesalahan besar jika menganggap orang-orang fajir (durhaka) pendosa itu sebagai orang- orang baik.

"Dan sesungguhnya Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar benar berdusta." Padahal mereka bukanlah orang-orang yang beriman.

"Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka itu."  QS. An-Nisaa' : 142.

Qatadah Abu Sai'd mengatakan: "Sifat orang munafik itu ada banyak hal: akhlaknya tercela, ia membenarkan dengan lisan dan mengingkari dengan hatinya  serta berlawanan dengan perbuatannya. Pagi hari begini dan petang hati berubah. Petang hari begini dan esok pagi ya berubah pula. Berubah-rubah seperti goyangnya kapal kerana terpaan angin. Setiap kali angin bertiup, maka ia pun ikut bergoyang.

Oleh di keranakan orang-orang munafik itu secara lahiriah menunjukkan beriman, hal ini sangat membingungkan orang-orang Mukmin. Seolah-olah kerusakan itu adanya dari arah orang munafik itu berada, kerana ialah yang menipu orang-orang Mukmin melalui ucapannya yang sama sekali tidak benar serta menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin bagi orang-orang Mukmin. Kejahatan mereka lebih dari orang yang memang kafir sebab orang Mukmin tertipu dengan penampilan mereka. Mereka bak talam dua muka, "Dan bila dikatakan kepada mereka:'Janganlah kamu membuat kerosakkan dimuka bumi.' Mereka menjawab: 'Sesungguhnya kami orang orang yang mengadakan perbaikan.'  QS. 2:11. Artinya, kami ingin mendekati kedua belah pihak kaum beriman maupun kaum kafir dan kami berdamai dengan keduanya.

Dan apabila dikatakan kepada orang-orang munafik 'Berimanlah kalian sebagaimana orang-orang beriman,' QS. 2:13. Mereka pun mengatakan, "Apakah kami harus beriman sebagaimana orang-orang yang bodoh telah beriman." Yang mereka maksudkan disini ialah para Sahabat Rasulullah shallallahu alaihi wassalam.

Orang-orang munafik itu mengatakan: "Apakah kami dan mereka harus berada dalam satu kedudukan, sementara mereka adalah orang-orang bodoh?" Dan kurang (lemah) pemikirannya serta sedikit pengetahuan tentang hal-hal yang bermaslahat dan bermudharat.

Perhatikan disini, fenomena ini berlaku dizaman kita bilamana ada orang bijak pandai menepis tafsiran para sahabat dengan berdaleh, zaman telah berubah, cara beragama juga kena disesuaikan dengan peredaran masa.

Sebab itu hukuman orang-orang munafik lebih berat. Allah berfirman;

"Sesungguhnya orang-orang munafik itu berada di tingkatan yang paling bawah dari Neraka. Dan kalian sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka."  QS. AnNisaa' :145.

Rujukan: Tafsir Ibnu Katsir juz 1.

Shalat Yang Paling Berat....

"Shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat 'Isha' dan shalat Fajar. Seandainya mereka mengetahui apa yang ada pada keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya, sekalipun dengan merangkak. Sesungguhnya aku menghendaki untuk memerintahkan shalat untuk ditegakkan, kemudian aku perintahkan seseorang untuk shalat berjemaah bersama orang-orang, kemudian aku berjalan bersama beberapa orang dengan membawa ikatan kayu bakar ke suatu kaum yang tidak ikut shalat berjemaah, lalu aku bakar rumah-rumah mereka dengan api. "   Kitab ash-Shahihain..

"Mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali." Yaitu di waktu shalat, mereka tidak khusyu' dan tidak mengerti apa yang mereka ucapkan. Bahkan dalam  shalat, mereka lalai dan bermain-main, serta berpaling dari kebaikan yang dituju. QS. An Nisa'a: 142

'Itu adalah shalatnya orang munafik. Itu adalah shalat orang munafik. Itu adalah shalat munafik. Ia duduk menunggu matahari, hingga apabila matahari itu berada di antara dua tanduk syaitan, kemudian ia shalat (bagaikan burung) mematuk empat kali (shalatnya cepat cepat). Mereka tidak berdzikir kepada Allah didalamnya, kecuali sedikit saja."  Muslim, at-Tirmidzi dan an- Nasa'i.

"Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara demikian (iman atau kafir); tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak pula pada golongan (orang- orang kafir.) Yaitu orang-orang munafik itu bingung antara iman dan kafir, tidak ada tekad bersama orang-orang beriman secara zhahir maupun batin dan mereka tidak pula bersama orang-orang kafir secara zhahir dan batin. Akan tetapi zhahir mereka bersama orang-orang beriman, sedang batin mereka bersama orang-orang kafir. Kadang cenderung ke kaum Muslimin dan terkadang cenderung kepada kaum kafir. QS. An Nisa'a: 143

"Perumpamaan orang munafik itu seperti domba yang bingung diantara dua ekor kambing, terkadang berpaling kepada kambing yang satu, terkadang kepada kambing yang lain dan tidak tahu mana yang harus di ikuti.  ( HR. Muslim)

Untuk itu, Allah Subhanahuwataala berfirman: " Barangsiapa yang disesatkan Allah, maka kamu sekali kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya." Yaitu orang-orang yang dipalingkan oleh Allah dari jalan hidayah.

Sedangkan orang-orang munafik yang telah disesatkan dari jalan keselamatan, maka tidak ada lagi yang akan memberi hidayah kepada mereka dan tidak ada lagi yang mampu menyelamatkan  mereka dari kesesatan mereka.
Wallahu a'lam.
Ref: Tafsir Ibnu Katsir; 4:143

May 5, 2013

Beberapa Adab dan Etika dalam Berzikir


Dalam Al-Qur`an Al-Karim, Allah Subhânahu wa Ta’âlâ berfirman,

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ.
“Dan berdzikirlah kepada Rabb-mu pada dirimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak menjaharkan suara, pada pagi dan petang, serta janganlah kamu termasuk sebagai orang-orang yang lalai.” [Al-A’râf: 205]
Dalam ayat yang mulia ini, terdapat sejumlah adab dan etika berkaitan dengan dzikir kepada Allah Ta’âlâ.
Berikut uraiannya.
Pertama: dalam ayat di atas, termaktub perintah untuk berdzikir kepada Allah. Telah berlalu, pada tulisan sebelumnya, berbagai perintah untuk berdzikir beserta keutamaan berdzikir kepada Allah dan besarnya anjuran dalam syariat untuk hal tersebut. Seluruh hal tersebut memberikan pengertian akan pentingnya arti berdzikir dalam kehidupan seorang hamba.
Kedua: firman-Nya, “Dan berdzikirlah kepada Rabb-mu pada dirimu,” mengukir sebuah etika yang patut dipelihara dalam berdzikir kepada llahi, yaitu dzikir hendaknya dalam diri dan tidak dijaharkan. Yang demikian itu lebih mendekati pintu ikhlas, lebih patut dikabulkan, dan lebih jauh dari kenistaan riya. Ibnul Qayyimrahimahullâh menyebut dua penafsiran frasa “pada dirimu”:
  1. Bermakna dalam hatimu.
  2. Bermakna dengan lisanmu sebatas memperdengarkan diri sendiri.
Namun, penafsiran kedualah yang lebih tepat berdasarkan dalil kelanjutan ayat “… dan dengan tidak menjaharkan suara,” sebagaimana yang akan diterangkan.
Ketiga: firman-Nya, “dengan merendahkan diri,” mengandung etika indah yang patut mewarnai seluruh ibadah, yaitu hendaknya dzikir dilakukan dengan merendahkan diri kepada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Hal yang demikian lebih mendekati makna ibadah yang mengandung pengertian merendah dan menghinakan diri serta tunduk dan bersimpuh di hadapan-Nya. Dengan menjaga etika ini, seorang hamba akan lebih mewujudkan hakikat penghambaan dan lebih mendekati kesempurnaan rasa tunduk kepada Allah Jallat ‘Azhamatuhu. Kapan saja seorang hamba berpijak di atas kaidah ini dalam seluruh ibadahnya, niscaya ia akan semakin mengenal jati dirinya sebagai seorang hamba yang penuh dengan kelemahan dan kekurangan, sebagai seorang hamba yang harus bersikap tawadhu dan membuang segala kecongkakan.
Keempat: firman-Nya, “Dan berdzikirlah kepada Rabb-mu … dan rasa takut,”maksudnya adalah berdzikirlah kepada Rabb-mu dalam keadaan khawatir bila terdapat kekurangan pada amalanmu dan dalam keadaan takut bila amalanmu tertolak atau tidak diterima. Etika ini adalah ketentuan tetap yang mesti dipelihara oleh setiap muslim dan muslimah dalam melaksanakan setiap ibadah.
Sangatlah banyak keterangan dari Al-Qur`an dan hadits yang mengingatkan etika agung yang banyak dilalaikan oleh sejumlah manusia ini. Di antara keterangan tersebut adalah firman Allah Jalla Jalâluhu yang menjelaskan keadaan orang-orang beriman yang bersegera menuju kebaikan,
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ. أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ.
“Dan orang-orang yang memberikan apa-apa yang telah mereka berikan dengan hati yang takut (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepadaRabb mereka, mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” [Al-Mu`minûn: 60-61]
Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ bertanya kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallamtentang firman-Nya “Dan orang-orang yang memberikan apa-apa yang telah mereka berikan dengan hati yang takut …,” “Apakah yang dimaksud adalah orang yang berzina, mencuri, dan meminum khamar?” Maka Nabi n menjawab,
لاَ يَا بِنْتَ الصِّدِّيْقِ وَلَكِنَّهُ الرَّجُلُ يَصُوْمُ وَيُصَلِّي وَيَتَصَدَّقُ وَهُوَ يَخَافُ أَنْ لاَ يُقْبَلُ مِنْهُ
Bukan, wahai putri Ash-Shiddiq, melainkan yang dimaksud adalah orang yang berpuasa, menunaikan shalat, dan bersedekah, tetapi ia khawatir bila (amalan)nya tidak diterima.” [1]
Kelima: firman-Nya, “dan dengan tidak menjaharkan suara,” juga merupakan etika yang patut diperhatikan karena berdzikir dengan tidak mengeraskan suara akan lebih mendekati khusyu’ serta lebih indah dalam benak dan pikiran. Dalam sebuah riwayat, disebutkan bahwa, dalam sebuah perjalanan, terdapat sekelompok shahabat yang menjaharkan suaranya kala berdoa maka Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam berpesan kepada mereka,
أَيُّهَا النَّاسُ ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، إِنَّكُمْ لَيْسَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا، إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا، وَهُوَ مَعَكُمْ
“Wahai sekalian manusia, kuasailah diri-diri kalian dan rendahkanlah suara kalian karena sesungguhnya kalian tidaklah berdoa kepada yang tuli tidak pula kepada yang tidak hadir. Sesungguhnya kalian berdoa kepada Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia bersama dengan kalian.” [2]
Ath-Thabary rahimahullâh berkata, “Hadits (di atas) menunjukkan makruhnya menjaharkan suara ketika berdoa dan berdzikir. Ini adalah pendapat mayoritas ulama salaf dari kalangan shahabat dan tabi’in.”[3]
Dalam hadits Abu Sa’îd Al-Khudry radhiyallâhu ‘anhu, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلَا إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلَا يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلَا يَرْفَعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ أَوْ قَالَ فِي الصَّلَاةِ
Ketahuilah bahwa setiap orang di antara kalian bermunajat kepada Rabb-nya maka janganlah sekali-sekali sebagian di antara kalian mengganggu sebagian yang lain, jangan pula sebagian di antara kalian mengangkat suaranya terhadap sebagian yang lain dalam membaca, -atau beliau berkata-, … dalam shalat. [4]
Keenam: hendaknya dzikir itu dilakukan dengan hati dan lisan, bukan dengan hati saja. Etika ini dipetik dari firman-Nya “… dan dengan tidak menjaharkan suara.”Menjaharkan sesuatu berarti mengangkat dan mengumumkan suara. Oleh karena itu, ayat ini adalah nash bahwa dzikir itu dilakukan dengan lisan, tetapi tidak dijaharkan. Demikian simpulan keterangan sejumlah ahli tafsir mengenai ayat ini.
Ketujuh: firman-Nya “… pada pagi dan petang,” menunjukkan keutamaan berdzikir pada dua waktu ini: pagi dan petang. Keistimewaan berdzikir pada dua waktu ini dikarenakan banyaknya ketenangan dan kesempatan pada waktu tersebut, serta kebanyakan urusan kehidupan manusia berada di antara keduanya, sedang para malaikat naik mengangkat amalan hamba pada dua waktu ini. Oleh karena itu, di antara rahmat Allah dan kemurahan-Nya, kita dianjurkan untuk memperbanyak dzikir pada pagi dan petang serta dijanjikan berbagai keutamaan dengan mengamalkan berbagai dzikir yang dituntunkan pada dua waktu itu. Insya Allah, pada tulisan yang akan datang, akan dijelaskan berbagai dzikir yang dituntunkan untuk dibaca pada pagi dan petang.
Kedelapan: pada akhir ayat diterangkan, “… serta janganlah kamu termasuk sebagai orang-orang yang lalai,” yaitu janganlah engkau termasuk sebagai orang-orang yang dilupakan dan dipalingkan dari berdzikir kepada Allah sebab Allah Ta’âlâ telah mengingatkan,
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ.
“Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang lupa terhadap Allah maka Allah menjadikan mereka lupa terhadap diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.” [Al-Hasyr: 19]
Allah ‘Azza wa Jalla menjelaskan sifat orang yang beriman,
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ. رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ.
“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid, yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada pagi dan petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan tidak pula oleh jual beli dari berdzikir kepada Allah, (dari) mendirikan shalat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut terhadap suatu hari yang (pada hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang.” [An-Nûr: 36-37]
Allah Subhânahu mengabarkan bahaya terhadap orang-orang yang berpaling dari dzikir,
وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ.
“Barangsiapa yang berpaling dari dzikir (Allah) Yang Maha Pemurah (Al-Qur`an), Kami mengadakan syaithan (yang menyesatkan) baginya maka syaithan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” [Az-Zukhruf: 36]
لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَمَنْ يُعْرِضْ عَنْ ذِكْرِ رَبِّهِ يَسْلُكْهُ عَذَابًا صَعَدًا.
“Agar Kami memberi cobaan kepada mereka padanya. Dan barangsiapa yang berpaling dari dzikir kepada Rabb-nya, niscaya dia akan dimasukkan oleh-Nya ke dalam adzab yang amat berat.” [Al-Jinn: 17]
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى.
“Dan barangsiapa yang berpaling dari dzikir kepada-Ku, sesungguhnya penghidupan yang sempit baginya dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” [Thâhâ: 124]
Seluruh nash ayat di atas memberikan pesan dan pelajaran agar seorang hamba tidak pernah putus dari dzikir, walaupun dzikir yang dia lakukan hanya sedikit.
Kesembilan: dari keterangan-keterangan yang berkaitan dengan ayat yang tertera pada awal pembahasan, nampaklah kesalahan yang sering dilakukan oleh sejumlah kaum muslimin yang berdzikir secara berjamaah dan diiringi oleh suara keras. Sesungguhnya hal tersebut adalah sebuah kemungkaran dan bid’ah dalam agama yang tidak pernah dituntunkan oleh Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Etika yang tercatat dalam agama kita adalah apa-apa yang telah kami terangkan. Tiada nukilan sah yang menunjukkan adanya syariat berdzikir secara berjamaah, bahkan yang tercatat dalam perjalanan umat ini adalah bahwa bid’ah pertama yang muncul dalam bab ibadah adalah bid’ah dzikir berjama’ah yang dilakukan oleh sekelompok manusia di Kûfah pada masa Abdullah bin Mas’ûdradhiyallâhu ‘anhu, sedang Abdullah bin Mas’ûd telah mengingkari hal tersebut dan menganggapnya sebagai bid’ah dalam agama yang tidak pernah diamalkan oleh Nabi dan para shahabatnya. Demikianlah keterangan para ulama dalam buku-buku yang menjeiaskan tentang firqah-firqah (sekte-sekte) yang menyimpang dari ajaran Islam yang lurus.
Semoga Allah Ta’âlâ memberi hidayah kepada kita semua menuju jalan yang lurus serta menjaga kita dari fitnah dunia dan kesesatan. Wallâhu A’lam.
[1] Dikeluarkan oleh Ahmad, At-Tirmidzy, Ibnu Jarîr, Al-Hâkim, dan Al-Baghawy sebagaimana dalam Silsilah Al-Ahâdits Ash-Shahîhah karya Al-Albâny.
[2] Dikeluarkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim dari hadits Abu Musa Al-Asy’aryradhiyallâhu ‘anhu.
[3] Sebagaimana dinukil dalam Fath Al-Bâry 9/189.
[4] Dikeluarkan oleh Ahmad 3/94, Abu Dawud no. 1332, An-Nasâ`iy dalam Al-Kubrâ`5/32, Ibnu Khuzaimah no. 1162, ‘Abd bin Humaid no. 883, Al-Hâkim 1/454, Al-Baihaqy 3/11 dan dalam Syu’ab Al-Imân 2/543, serta Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhîd 23/318. Dianggap shahih di atas syarat Asy-Syaikhain oleh Syaikh Muqbil sebagaimana dalamAsh-Shahîh Al-Musnad Mimmâ Laisa Fî Ash-Shahîhain.
Sumber: Dzulqarnain.net